Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998, merumuskan sebagai berikut, "Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar”.
Trru rentenis kadang menjurus ke tindak kriminal , Perihal pemerasan dan pengancaman. Pada pasal 368 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dikatakan :”Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Berdasarkan pasal 368 ayat 2 KUHP, sanksi pidana pemerasan dan ancaman itu masih dapat dikelompokkan 3 bagian. Pertama, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, 1) jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2) jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3) jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu; atau pakaian palsu; 4) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
sekiranya dalam praktek rentenir terdapat unsur-unsur pidana sebagaimana yang dimaksudkan pada pasal 368 ayat 1 dan/atau ayat 2 KUHP, maka kepada Rentenir tersebut dapat diterapkan sanksi pidana tersebut untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Pada
prakteknya, Rentenir dalam menjalankan kegiatan usahanya mendapatkan
penghasilan bunga dari para Peminjam atas perjanjian hutang piutang yang
dilakukan. Masalahnya, diduga beban PPh (Pajak Penghasilan) atas bunga
tersebut tidaklah disetorkan ke kas Negara, tetapi digunakan untuk
kegiatan lain seperti modal kerja usaha Rentenir atau diakumulasikan
menjadi pokok pinjaman baru (convert loan to equity). Tentu,
peristiwa demikian sudah masuk ranah pidana perpajakan. Jika memang
terjadi demikian, bisa juga dikenakan sanksi pidana dari tindak pidana
pencucian uang atau money laundering.
Menurut pasal 3 UU No.8/2010 :”Setiap
Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Sedangkan Tindak
Pidana yang dimaksukan pada Pasal 2 ayat 1 UU No.8/2010, antara lain
namun tidak terbatas pada bidang Perpajakan atau Tindak Pidana lain yang
ancaman hukumanya 4 tahun atau lebih (termasuk tentunya kalau sumber
dananya dari tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada pasal 368
ayat 2 KUHP.
Kegiatan
rentenir sangat merugikan masyarakat. Karena bunga yang mereka berikan sangat
besar sehingga masyarakat merasa sangat terperas. Usaha yang dijalankan oleh
pedagang tidak dapat berkembang karena keuntungan yang diperoleh digunakan
untuk membayar angsuran serta bunga yang besar. Masyarakat lebih memilih
meminjam uang ke rentenir karena pengetahuan mereka yang minim mengenai
perkreditan resmi sehingga akhirnya rentenir tetap dipilih demi kelancaran ekonomi mereka.
Selain itu, masyarakat lebih memilih meminjam uang di rentenir karena prosesnya
tidak berbelit-belit dan uang langsung tersedia seperti yang diinginkan.
Walaupun demikian, praktek rentenir harus dihentikan demi kenyamanan
masyarakat.
RENTENIR ADALAH BENTUK PERILAKU PENYIMPANGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar