Sabtu, 09 Mei 2015

undang undang rentenir

Harap pemerintah pusat atau daerah lebih tegas lagi mengeluarkan undang undang larangan praktek rentenir di masyarakat. yang saya tau ada Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”).

Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998, merumuskan sebagai berikut, "Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar”.

Trru rentenis kadang menjurus ke tindak kriminal , Perihal pemerasan dan pengancaman. Pada pasal 368 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dikatakan :”Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.  

Berdasarkan pasal 368 ayat 2 KUHP, sanksi pidana pemerasan dan ancaman itu masih dapat dikelompokkan 3 bagian. Pertama, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun,  1)  jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;  2) jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3) jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu; atau pakaian palsu; 4) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

sekiranya dalam praktek rentenir terdapat unsur-unsur pidana sebagaimana yang dimaksudkan pada pasal 368 ayat 1 dan/atau ayat 2 KUHP, maka kepada Rentenir tersebut dapat diterapkan sanksi pidana tersebut untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Pada prakteknya, Rentenir dalam menjalankan kegiatan usahanya mendapatkan penghasilan bunga dari para Peminjam atas perjanjian hutang piutang yang dilakukan. Masalahnya, diduga beban PPh (Pajak Penghasilan) atas bunga tersebut tidaklah disetorkan ke kas Negara, tetapi digunakan untuk  kegiatan lain seperti modal kerja usaha Rentenir atau diakumulasikan menjadi pokok pinjaman baru (convert loan to equity). Tentu, peristiwa demikian sudah masuk ranah pidana perpajakan.  Jika memang terjadi demikian, bisa juga dikenakan sanksi pidana dari tindak pidana pencucian uang atau money laundering.
Menurut pasal 3 UU No.8/2010 :”Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Sedangkan Tindak Pidana yang dimaksukan pada Pasal 2 ayat 1 UU No.8/2010, antara lain namun tidak terbatas pada bidang Perpajakan atau Tindak Pidana lain yang ancaman hukumanya 4 tahun atau lebih (termasuk tentunya kalau sumber dananya dari tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada  pasal 368 ayat 2 KUHP.
Kegiatan rentenir sangat merugikan masyarakat. Karena bunga yang mereka berikan sangat besar sehingga masyarakat merasa sangat terperas. Usaha yang dijalankan oleh pedagang tidak dapat berkembang karena keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membayar angsuran serta bunga yang besar. Masyarakat lebih memilih meminjam uang ke rentenir karena pengetahuan mereka yang minim mengenai perkreditan resmi sehingga akhirnya rentenir tetap  dipilih demi kelancaran ekonomi mereka. Selain itu, masyarakat lebih memilih meminjam uang di rentenir karena prosesnya tidak berbelit-belit dan uang langsung tersedia seperti yang diinginkan. Walaupun demikian, praktek rentenir harus dihentikan demi kenyamanan masyarakat.
RENTENIR ADALAH BENTUK PERILAKU PENYIMPANGAN 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar